Berdasarkan artikel yang telah saya baca banyak hal - hal yang sebaiknya diperbaiki seperti menambahkan , mengurangi , bahkan mengganti struktur kalimat, perbendaharaan kata , serta tanda baca pada artikel ini. Judul yang diberikan oleh si penulis artikel yaitu " Analisis Perbandingan Kepuasan Konsumen Terhadap Pelayanan Pada Minimarket Indomaret dengan Alfamart di Kompleks Pesona Anggrek Bekasi" menurut saya akan lebih baik bila tidak menggunakan kata " pada " sebelum kata Minimarket hal ini dikarenakan untuk efisiensi kalimat pada judul agar judul tidak semakin panjang. Kalimat pada halaman satu , bagian Abstrak , Paragraf pertama , kalimat ketiga sebaiknya penulis memberikan keterangan untuk singkatan dari SPSS karena tidak semua pembaca dari kalangan ekonomi dan mengerti mengenai singkatan atau pun pengertian dari SPSS , serta pada kalimat kelima di bagian abstrak pula penulis seharusnya tidak menggunakan bahasa inggris pada artikel ini karena ini adalah artikel berbahasa Indonesia akan tetapi bila penulis ingin memasukkan istilah dari bahasa asing lebih baik bila penulis memberikan artian dalam bahasa indonesia misalnya dengan menngunakan tanda kurung pada artian dalam bahasa Indonesia. Bagian Pendahuluan, halaman satu , paragraf satu , kalimat pertama sebaiknya kata " Takala" diganti dengan menggunakn kata " ketika" karena kata "Takala" jarang digunakan dalam sebuah penulisan. Halaman kedua, paragraf kedua , kalimat pertama penulis menggunakan kata Sulit atau Rumit dalam kalimat tersebut untuk menjelaskan keadaan akan tetapi menurut saya pada kalimat tersebut cukup digunakan salah satunya saja yaitu kata "sulit" saja , dan di paragraf yang sama pada kalimat ketiga penulis menuliskan kalimat " Sedangkan tujuan memberikan pelayanan adalah untuk memberikan kepuasan kepada konsumen atau pelanggan , sehingga berakibat dengan dihasilkannya nilai tambah bagi perusahaan ", menurut saya kalimat tersebut tidak efektif dan tidak dapat dimengerti maksud dari kalimat tersebut lebih baik kalimat tersebut ditulis seperti berikut ini " Sedangkan tujuan dari memberikan pelayanan adalah untuk memberikan kepuasan kepada konsumen atau pelanggan sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan".
Penulis sebaiknya menggunakan perbendarahaan kata yang sama dari awal penulisan artikel hingga akhir penulisan artikel maksud saya adalah penulis pada awalnya menggunakan kata "Minimarket " kemudian beralih menggunakan kata " Toko " seharusnya penulis tidak mengganti - ganti penggunaan katanya karena hal itu akan membuat pembacanya menjadi bingung hal apa yang sebenarnya ingin dibahas Toko atau Minimarket, kemudian seharusnya penulis menggunakan titik (.)sebelum lanjut ke kalimat selanjutnya karena hal yang akan dibahas tidak berkaitan dan merupakan kalimat baru. Kalimat kedua, halaman kedua , paragraf ketiga sebaiknya digunakan tanda baca tanda tanya (?) karena kalimat kedua merupakan kalimat pertanyaan , kemudian kalimat " Apakah yang membuat berhasik mewujudkan kesan yang baik pada pelanggan dan pada akihrnya akan memudahkan meraih konsumen " , menurut saya akan lebih baik jika kalimat tersebut diganti menjadi " Apakaha ada cara yang tepat untuk kedua minimarket tesebut baik Indomaret maupun Alfamart untuk mendapatkan respon yang baik dari konsumen serta pada akhirnya akan memberikan kemudahan bagi keduanya untuk mendapatkan konsumen?" . Kata Perfoma pada kalimat Kedua, Paragraf Kelima , Halaman keempat menurut pendapat saya kurang cocok lebih baik bila diganti dengan kata Manfaat , karena maksud dari si penulis mungkin mengenai manfaat dari kinerja sebuah produk, kemudian pada kalimat ketiga , paragraf serta halaman yang sama penulis menggunakan kata "Ekspektasi" sebaiknya penulis tidak meggunakan kata ini karena kata ini lebih menyerupai bahasa asing ( Expectation), penulis sebaiknya menggunakan kata " Harapan". Kalimat kedua , paragraf kedua , halaman keenam penulis menuliskan " Dan dalam penelitian ini yang lebih baik adalah alfamart, hal ini ...." sebaiknya penulis mengganti kalimat tersebut karena sturuktur pada kalimat tersebut tidak tepat akan lebih baik bila penulis menggunakan kalimat " berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti maka minimarket yang lebih baik dalam memberikan kepuasan terhadap konsumen adalah minimarket Alfamart."
Halaman delapan , bagian Kesimpulan dan saran , kalimat pertama penulis menggunakan kalimat yang terlalu panjang menurut saya " ... diambil beberapa kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut " lebih baik penulis cukup menuliskan seperti berikut ini " .. disimpulkan sebagai berikut".
Penulis dalam memberikan saran banyak menggunakan kalimat - kalimat yang terlau panjang dan tidak efektif misalnya dalam kalimat pada bagian saran , halaman delapan, kalimat pertama " Berdasarkan kesimpulan diatas , maka saran yang diajukan penulis adalah sebagai berikut" menurut saya lebih baik bila penulis cukup menuliskan " Berdasarkan kesimpulan diatas penulis memberikan saran sebagai berikut ". Saran pertama hingga saran keempat yang diberikan penulis pun kalimatnya struktur kalimat serta susunan menurut saya tidak teratur Penulis cukup menulis saran - saran tersebut sperti berikut ini :
1. Persediaan barang dagang yang lengkap di minimarket Indomaret agar kebutuhan konsumen dapat terpenuhi.
2. Mayoritas konsumen di Indonesia terbebani oleh masalah harga oleh karena itu pihak minimarket Alfamart untuk dapat bersaing dengan pesaingnya yaitu Indomaret dalam masalah harga lebih baik minimarket Alfamart memutuskan saluran distributor yang panjang untuk meminimalkan biaya , serta selebaran informasi dan harga produk yang penuh warna tidak diperlukan karena tidak memberikan pengaruh terhadap konsumen karena konsumen akan mendapatkan selebaran yang sama dari pihak peritel lainnya.
3. Minimarket Indomaret sebaiknya menamabahkan pelayanan belanja dengan fasilitas pesanan produk via telepon agar tidak kalah bersaing dengan alfamart.
4. Saran untuk peneliti agar menamabahkan variabel , oraganisasi perdagangan , serta minimarket lain sebagai pembanding untuk hasil penulisan yang lebih baik.
Penulis juga melakukan sedikit kesalahan dalam penulisan daftar Pustaka seharusnya pada daftar pustaka untuk judul buku diberi garis bawah atau ditulis miring karena itu sudah ketentuannya, akan tetapi penulis tidak memberikan baik garis bawah atau huruf miring pada judul buku karangan Riduwan.
Berdasarkan artikel yang telah saya baca , saya telah memberikan beberapa perbaikan dalam penulisan artikel ini , semoga bermanfaat.
Minggu, 18 April 2010
Kamis, 08 April 2010
Hukum Perdata yang Berlaku Di Indonesia
Kelompok 3
A. SEJARAH SINGKAT HUKUM PERDATA YANG ADA DI INDONESIA
Sejarah membuktikan bahwa hukum perdata yang saat ini berlaku di Indonesia tidak lepas dari sejarah hukum perdata eropa. Di eropa continental berlaku hukum perdata romawi, disamping adanya hukum tertulis dan hukum kebiasaan tertentu.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah hukum perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “ Code Civil de Francis” yang juga dapat disebut “Cod Napoleon”.
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini digunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothis. Disamping itu juga dipergunakan hukum bumi putera lama, hukum jernoia dan hukum Cononiek. Code Napoleon ditetapkan sebagai sumber hukum di belanda setelah bebas dari penjajahan prancis.
Setelah beberapa tahun kemerdekaan, bangsa memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari hukum perdata. Dan tepatnya 5 juli 1830 kodivikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dn WVK (Wetboek Van Koopandle) ini adalah produk nasional-nederland yang isinya berasal dari Code Civil des Prancis dari Code de Commerce.
B. PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Pengeertian hukum privat (hukum perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Selain ada hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
1. Faktor etnis
2. Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)
Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
1. Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
4. Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.
C. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
Sistematika hukum di Indonesia ada dua pendapat, yaitu :
a. Dari pemberlaku undang-undang
Buku I : Berisi mengenai orang
Buku II : Berisi tentanng hal benda
Buku III : Berisi tentang hal perikatan
Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan kadaluarsa
b. Menurut ilmu hukum / doktrin dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
I. Hukum tentang diri seseorang (pribadi)
Mengatur tentang manusia sebagai subjek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri.
II. Hukum kekeluargaan
Mengatur perihal hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami istri, hubungna antara orang tua dengan anak, perwalian dan lain-lain.
III. Hukum kekayaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat diukur dengan dengan uang, hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan yang antara lain :
- hak seseorang pengarang atau karangannya
- hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak.
IV. Hukum warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia. Disamping itu, hukum warisan juga mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.
A. SEJARAH SINGKAT HUKUM PERDATA YANG ADA DI INDONESIA
Sejarah membuktikan bahwa hukum perdata yang saat ini berlaku di Indonesia tidak lepas dari sejarah hukum perdata eropa. Di eropa continental berlaku hukum perdata romawi, disamping adanya hukum tertulis dan hukum kebiasaan tertentu.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah hukum perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “ Code Civil de Francis” yang juga dapat disebut “Cod Napoleon”.
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini digunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothis. Disamping itu juga dipergunakan hukum bumi putera lama, hukum jernoia dan hukum Cononiek. Code Napoleon ditetapkan sebagai sumber hukum di belanda setelah bebas dari penjajahan prancis.
Setelah beberapa tahun kemerdekaan, bangsa memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari hukum perdata. Dan tepatnya 5 juli 1830 kodivikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dn WVK (Wetboek Van Koopandle) ini adalah produk nasional-nederland yang isinya berasal dari Code Civil des Prancis dari Code de Commerce.
B. PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Pengeertian hukum privat (hukum perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Selain ada hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
1. Faktor etnis
2. Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)
Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
1. Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
4. Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.
C. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
Sistematika hukum di Indonesia ada dua pendapat, yaitu :
a. Dari pemberlaku undang-undang
Buku I : Berisi mengenai orang
Buku II : Berisi tentanng hal benda
Buku III : Berisi tentang hal perikatan
Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan kadaluarsa
b. Menurut ilmu hukum / doktrin dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
I. Hukum tentang diri seseorang (pribadi)
Mengatur tentang manusia sebagai subjek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri.
II. Hukum kekeluargaan
Mengatur perihal hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami istri, hubungna antara orang tua dengan anak, perwalian dan lain-lain.
III. Hukum kekayaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat diukur dengan dengan uang, hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan yang antara lain :
- hak seseorang pengarang atau karangannya
- hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak.
IV. Hukum warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia. Disamping itu, hukum warisan juga mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.
Hukum Perikatan
Kelompok 4
1. PENGERTIAN
Perikatan adalah hukum yang terjadi diantara dua orang (pihak) atau lebih, yaknni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi
Hukum perikatan hanya berbicara mengenai harta kekayaan bukan berbicara mengenai manusia. Hukum kontrak bagian dari hukum perikatan. Harta kekayaan adalah objek kebendaan. Pihak dalam perikatan ada dua yaitu pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban.
• Menurut Hoftmann, perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang dari padanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian.
• Menurut Pitlo, perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debittur) atas sesuatu prestasi.
• Menurut Vollmar, ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hukum.
2. DASAR HUKUM PERIKATAN
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sbagai berikut :
o Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
o Perikatan yang timbul undang-undang
Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia.
o Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.
3. ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN
Asas –asas dalam hukum perjanjian diatur dalam buku III KUH perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
Azas kebebasan berkontrak
Azas kebebasan berkontrak terlihat didalam pasal 1338 KUHP perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Azas konsensualisme
Azas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir paad saat teercapainya kata sepakat antara para mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
4. WANSPRESTASI dan AKIBAT-AKIBATNYA
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa 4 kategori, yaitu :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2. Melakanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi, dapat digolongkan menjadi 3 kategori, yakni :
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi)
2. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
3. Peralihan resiko
5. HAPUSNYA PERIKATAN
Perikatan itu bisa dihapus jika memenuhi criteria-kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUH perdata. Ada 10 cara penghapusan suatu perikatan adalah sbagai beerikut :
a) Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara
b) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c) Pembaharuan utang
d) Perjumpaan utang atau kompensasi
e) Pencampuran utang
f) Pembebasan utang’
g) Musnahnya barang yang terutang
h) Batal/pembatalan
i) Berlakunya sutau syarat batal
j) Lewat waktu
1. PENGERTIAN
Perikatan adalah hukum yang terjadi diantara dua orang (pihak) atau lebih, yaknni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi
Hukum perikatan hanya berbicara mengenai harta kekayaan bukan berbicara mengenai manusia. Hukum kontrak bagian dari hukum perikatan. Harta kekayaan adalah objek kebendaan. Pihak dalam perikatan ada dua yaitu pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban.
• Menurut Hoftmann, perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang dari padanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian.
• Menurut Pitlo, perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debittur) atas sesuatu prestasi.
• Menurut Vollmar, ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hukum.
2. DASAR HUKUM PERIKATAN
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sbagai berikut :
o Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
o Perikatan yang timbul undang-undang
Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia.
o Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.
3. ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN
Asas –asas dalam hukum perjanjian diatur dalam buku III KUH perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
Azas kebebasan berkontrak
Azas kebebasan berkontrak terlihat didalam pasal 1338 KUHP perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Azas konsensualisme
Azas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir paad saat teercapainya kata sepakat antara para mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
4. WANSPRESTASI dan AKIBAT-AKIBATNYA
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa 4 kategori, yaitu :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2. Melakanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi, dapat digolongkan menjadi 3 kategori, yakni :
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi)
2. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
3. Peralihan resiko
5. HAPUSNYA PERIKATAN
Perikatan itu bisa dihapus jika memenuhi criteria-kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUH perdata. Ada 10 cara penghapusan suatu perikatan adalah sbagai beerikut :
a) Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara
b) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c) Pembaharuan utang
d) Perjumpaan utang atau kompensasi
e) Pencampuran utang
f) Pembebasan utang’
g) Musnahnya barang yang terutang
h) Batal/pembatalan
i) Berlakunya sutau syarat batal
j) Lewat waktu
Subjek dan objek Hukum
kelompok 2
Subjek adalah sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak dan kewajiban. Yang dapat dijadikan sebagai subjek hukum adalah manusia dan badan hukum.
• Subjek Hukum Manusia
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karen atidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
• Subjek Hukum Badan Hukum
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukkum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Badan hukum terbagi atas 2 macam yaitu :
a. Badan hukum privat
Badan hukum privat adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi oarng didalam badan hukum itu.
Dengan demikian, badan hukum itu merupakan badan swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu, yakni mencari keuntungan, social, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lainnya menurut hukum yang berlaku secara sah.
b. Badan Hukum Publik
Badan hukum public adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum public atau yang menyangkut kepentingan public atau orang banyak atau Negara umumnya.
Objek Hukum
Adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Objek hukum dapat dibedakan antara lain :
o Benda berwujud dan tidak berwujud
o Benda bergerak dan tidak bergerak
Pentingnya dibedakan karena :
o Bezit (kedudukan berkuasa)
o Lavering (penyerahan)
o Bezwaring (pembebanan)
o Daluwarsa (Verjaring)
Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian)
Perjanjian utang piutangn dalam KUHP tidak diatur secara terperinci, namun tersirat dalam pasal 1754 KUHP tentang perjanjian pinjam pengganti, yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Unsur-unsur dari jaminan, yaitu :
1. Merupakan jaminan tambahan
2. Diserahkan oleh nasabah debitur kepada bank/kreditur
3. Untuk mendapatkan fasilitas kredit/pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Kegunaan dari jaminan, yaitu :
1. Memberi hak dan kekuasaan kepada bank/kreditur untuk mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji
2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya/proyeknya dengan merugikan diri sendiri dapat dicegah.
3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya misalnya dalam pembayarn angsuran pokok kredit tiap bulannya.
Syarat-syarat benda jaminan :
1. Mempermudah diperolehnya kredit bagi pihak yang memerlukannya
2. Tidak melemahkan potensi/kekuatan si pencari kredit untuk melakukan dan meneruskan usahanya.
3. Memberikan informasi kepada debitur, bahwa barang jaminan setiap waktu dapat di eksekusi, bahkan diuangkan untuk melunasi utang si penerima (nasabah debitur)
Manfaat benda jaminan bagi kreditur :
1. Terwujudnya keamanan yang terdapat dalam transaksi dagang yang ditutup
2. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur
Sedangkan manfaat benda bagi jaminan debitur, adalah : untuk memperoleh fasilitas kredit dan tidak khawatir dealam mengembangkan usahanya.
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Jaminan yang bersifat umum
2. Jamian yang bersifat khusus
3. Jaminan yang bersifat kebendaan dan perorangan
Penggolongan jaminan beerdasarkan objek/bendanya, yaitu :
1. Jaminan dalam bentuk benda bergerak
2. Jaminan dalam bentuk benda tidak bergerak
Penggolongan jaminan berdasarkan terjadinya, yaitu :
1. Jaminan yang lahir karena undang-undang
2. Jaminan yang lahir karena perjanjian
Subjek adalah sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak dan kewajiban. Yang dapat dijadikan sebagai subjek hukum adalah manusia dan badan hukum.
• Subjek Hukum Manusia
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karen atidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
• Subjek Hukum Badan Hukum
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukkum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Badan hukum terbagi atas 2 macam yaitu :
a. Badan hukum privat
Badan hukum privat adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi oarng didalam badan hukum itu.
Dengan demikian, badan hukum itu merupakan badan swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu, yakni mencari keuntungan, social, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lainnya menurut hukum yang berlaku secara sah.
b. Badan Hukum Publik
Badan hukum public adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum public atau yang menyangkut kepentingan public atau orang banyak atau Negara umumnya.
Objek Hukum
Adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Objek hukum dapat dibedakan antara lain :
o Benda berwujud dan tidak berwujud
o Benda bergerak dan tidak bergerak
Pentingnya dibedakan karena :
o Bezit (kedudukan berkuasa)
o Lavering (penyerahan)
o Bezwaring (pembebanan)
o Daluwarsa (Verjaring)
Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian)
Perjanjian utang piutangn dalam KUHP tidak diatur secara terperinci, namun tersirat dalam pasal 1754 KUHP tentang perjanjian pinjam pengganti, yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Unsur-unsur dari jaminan, yaitu :
1. Merupakan jaminan tambahan
2. Diserahkan oleh nasabah debitur kepada bank/kreditur
3. Untuk mendapatkan fasilitas kredit/pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Kegunaan dari jaminan, yaitu :
1. Memberi hak dan kekuasaan kepada bank/kreditur untuk mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji
2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya/proyeknya dengan merugikan diri sendiri dapat dicegah.
3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya misalnya dalam pembayarn angsuran pokok kredit tiap bulannya.
Syarat-syarat benda jaminan :
1. Mempermudah diperolehnya kredit bagi pihak yang memerlukannya
2. Tidak melemahkan potensi/kekuatan si pencari kredit untuk melakukan dan meneruskan usahanya.
3. Memberikan informasi kepada debitur, bahwa barang jaminan setiap waktu dapat di eksekusi, bahkan diuangkan untuk melunasi utang si penerima (nasabah debitur)
Manfaat benda jaminan bagi kreditur :
1. Terwujudnya keamanan yang terdapat dalam transaksi dagang yang ditutup
2. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur
Sedangkan manfaat benda bagi jaminan debitur, adalah : untuk memperoleh fasilitas kredit dan tidak khawatir dealam mengembangkan usahanya.
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Jaminan yang bersifat umum
2. Jamian yang bersifat khusus
3. Jaminan yang bersifat kebendaan dan perorangan
Penggolongan jaminan beerdasarkan objek/bendanya, yaitu :
1. Jaminan dalam bentuk benda bergerak
2. Jaminan dalam bentuk benda tidak bergerak
Penggolongan jaminan berdasarkan terjadinya, yaitu :
1. Jaminan yang lahir karena undang-undang
2. Jaminan yang lahir karena perjanjian
Minggu, 04 April 2010
HUKUM PERJANJIAN
Kelompok 5
HUKUM PERJANJIAN
Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan perjanjian? Dilihat dari pengertian yang terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.
Kapan sebenarnya perjanjian tersebut timbul dan mengikat para pihak? Menurut Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah:
1) Kesepakatan para pihak;
2) Kecakapan untuk membuat perikatan (misal: cukup umur, tidak dibawah pengampuan dll);
3) Menyangkut hal tertentu;
4) Adanya causa yang halal.
Dua hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal yang terakhir disebut syarat obyektif. Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada syarat subyektif akan memiliki konsekwensi untuk dapat dibatalkan (vernietigbaar). Dengan demikian selama perjanjian yang mengandung cacat subyektif ini belum dibatalkan, maka ia tetap mengikat para pihak layaknya perjanjian yang sah. Sedangkan perjanjian yang memiliki cacat pada syarat obyektif (hal tertentu dan causa yang halal), maka secara tegas dinyatakan sebagai batal demi hukum. (J.Satrio, 1992).
Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu:
(1) perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
(2) perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang.
(3) Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik.
Ketentuan yang ada pada Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata memuat asas-asas dan prinsip kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian. Dalam hukum perdata pada dasarnya setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian baik dari segi bentuk maupun muatan, selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, kesusilaan, kepatutan dalam masyarakat (lihat Pasal 1337 KUHPerdata).
Setelah perjanjian timbul dan mengikat para pihak, hal yang menjadi perhatian selanjutnya adalah tentang pelaksanaan perjanjian itu sendiri. Selama ini kerap timbul permasalahan, bagaimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan ketentuan yang dinyatakan dalam perjanjian dan apa yang seharusnya dilakukan jika hal tersebut terjadi?
Menurut KUHPerdata, bila salah satu pihak tidak menjalankan, tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian atau pun telah memenuhi kewajibannya namun tidak sebagaimana yang ditentukan, maka perbuatannya tersebut dikategorikan sebagai wanprestasi. Dalam prakteknya untuk menyatakan seseorang telah melanggar perjanjian dan dianggap melakukan wanprestasi, ia harus diberi surat peringatan terlebih dahulu (somasi). Surat somasi tersebut harus menyatakan dengan jelas bahwa satu pihak telah melanggar ketentuan perjanjian (cantumkan pasal dan ayat yang dilanggar). Disebutkan pula dalam somasi tersebut tentang upaya hukum yang akan diambil jika pihak pelanggar tetap tidak mematuhi somasi yang dilayangkan.
Somasi yang tidak diindahkan biasanya akan diikuti dengan somasi berikutnya (kedua) dan bila hal tersebut tetap diabaikan, maka pihak yang dirugikan dapat langsung melakukan langkah-langkah hukum misalnya berupa pengajuan gugatan kepada pengadilan yang berwenang atau pengadilan yang ditunjuk/ditentukan dalam perjanjian. Mengenai hal ini Pasal 1238 KUHPerdata menyebutkan:
”debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Sebagai konsekwensi atas perbuatannya, maka pihak yang telah melakukan wanprestasi harus memberikan ganti rugi meliputi biaya-biaya yang telah dikeluarkan berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian, kerugian yang timbul akibat perbuatan wanprestsi tersebut serta bunganya. Dalam Pasal 1243 KUHPerdata disebutkan bahwa penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya ditegaskan kembali oleh Pasal 1244 KUHPerdata bahwa debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tak terduga, yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya.
Berbeda halnya jika terjadi force majeur yaitu dalam keadaan memaksa atau hal-hal yang secara kebetulan satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka keharusan untuk mengganti segala biaya, kerugian dan bunga sebagaimana dinyatakan di atas tidak perlu dilakukan (Pasal 1245 KUHPerdata).
Demikian sekilas uraian mengenai hukum perjanjian. Banyak hal yang belum dijelaskan berkenaan perjanjian dengan segala aspek yang ada dan terkait didalamnya. Namun demikian jika kita menarik kesimpulan, maka salah satu inti dari perjanjian atau kontrak sebenarnya adalah iktikat baik dari para pihak. Tanpa hal tersebut, sebaik dan sedetail apa pun perjanjian, tidak akan berarti apa pun kecuali hanya secarik kertas tanpa makna.
HUKUM PERJANJIAN
Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan perjanjian? Dilihat dari pengertian yang terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.
Kapan sebenarnya perjanjian tersebut timbul dan mengikat para pihak? Menurut Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah:
1) Kesepakatan para pihak;
2) Kecakapan untuk membuat perikatan (misal: cukup umur, tidak dibawah pengampuan dll);
3) Menyangkut hal tertentu;
4) Adanya causa yang halal.
Dua hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal yang terakhir disebut syarat obyektif. Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada syarat subyektif akan memiliki konsekwensi untuk dapat dibatalkan (vernietigbaar). Dengan demikian selama perjanjian yang mengandung cacat subyektif ini belum dibatalkan, maka ia tetap mengikat para pihak layaknya perjanjian yang sah. Sedangkan perjanjian yang memiliki cacat pada syarat obyektif (hal tertentu dan causa yang halal), maka secara tegas dinyatakan sebagai batal demi hukum. (J.Satrio, 1992).
Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu:
(1) perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
(2) perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang.
(3) Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik.
Ketentuan yang ada pada Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata memuat asas-asas dan prinsip kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian. Dalam hukum perdata pada dasarnya setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian baik dari segi bentuk maupun muatan, selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, kesusilaan, kepatutan dalam masyarakat (lihat Pasal 1337 KUHPerdata).
Setelah perjanjian timbul dan mengikat para pihak, hal yang menjadi perhatian selanjutnya adalah tentang pelaksanaan perjanjian itu sendiri. Selama ini kerap timbul permasalahan, bagaimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan ketentuan yang dinyatakan dalam perjanjian dan apa yang seharusnya dilakukan jika hal tersebut terjadi?
Menurut KUHPerdata, bila salah satu pihak tidak menjalankan, tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian atau pun telah memenuhi kewajibannya namun tidak sebagaimana yang ditentukan, maka perbuatannya tersebut dikategorikan sebagai wanprestasi. Dalam prakteknya untuk menyatakan seseorang telah melanggar perjanjian dan dianggap melakukan wanprestasi, ia harus diberi surat peringatan terlebih dahulu (somasi). Surat somasi tersebut harus menyatakan dengan jelas bahwa satu pihak telah melanggar ketentuan perjanjian (cantumkan pasal dan ayat yang dilanggar). Disebutkan pula dalam somasi tersebut tentang upaya hukum yang akan diambil jika pihak pelanggar tetap tidak mematuhi somasi yang dilayangkan.
Somasi yang tidak diindahkan biasanya akan diikuti dengan somasi berikutnya (kedua) dan bila hal tersebut tetap diabaikan, maka pihak yang dirugikan dapat langsung melakukan langkah-langkah hukum misalnya berupa pengajuan gugatan kepada pengadilan yang berwenang atau pengadilan yang ditunjuk/ditentukan dalam perjanjian. Mengenai hal ini Pasal 1238 KUHPerdata menyebutkan:
”debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Sebagai konsekwensi atas perbuatannya, maka pihak yang telah melakukan wanprestasi harus memberikan ganti rugi meliputi biaya-biaya yang telah dikeluarkan berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian, kerugian yang timbul akibat perbuatan wanprestsi tersebut serta bunganya. Dalam Pasal 1243 KUHPerdata disebutkan bahwa penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya ditegaskan kembali oleh Pasal 1244 KUHPerdata bahwa debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tak terduga, yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya.
Berbeda halnya jika terjadi force majeur yaitu dalam keadaan memaksa atau hal-hal yang secara kebetulan satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka keharusan untuk mengganti segala biaya, kerugian dan bunga sebagaimana dinyatakan di atas tidak perlu dilakukan (Pasal 1245 KUHPerdata).
Demikian sekilas uraian mengenai hukum perjanjian. Banyak hal yang belum dijelaskan berkenaan perjanjian dengan segala aspek yang ada dan terkait didalamnya. Namun demikian jika kita menarik kesimpulan, maka salah satu inti dari perjanjian atau kontrak sebenarnya adalah iktikat baik dari para pihak. Tanpa hal tersebut, sebaik dan sedetail apa pun perjanjian, tidak akan berarti apa pun kecuali hanya secarik kertas tanpa makna.
Langganan:
Postingan (Atom)