Kamis, 03 Juni 2010

Referensi Artikel

Pembangunan perumahan merupakan tuntutan primer dalam kehidupan masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan sebagai mekanisme dalam meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan yang berbudaya modern, dikarenakan hal tesebut peranan pemerintah dalam rangka pembangunan nasional adalah menciptakan perumahan yang layak terjangkau, sehat, teratur, aman, damai dan tentram diharapkan dapat meningkatkan citra diri dan produktifitas penghuninya serta mampu mendukung pertumbuhan wilayah dan stabilitas nasional.Serta Misi utama yang diemban oleh Perumnas sebagai Badan Usaha Milik Negara mengindikasikan sifat ganda, yaitu sebagai lem-baga yang bertugas menyedia-kan pelayanan bagi pemanfaatan umum dan sekaligus sebagai unit usaha yang diharapkan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik adalah menyediakan perumahan beserta sarana dan prasarananya bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah ,modal kerja merupakan dana yang disediakan oleh perusahaan untuk melakukan aktivitas operasionalnya dan dalam menunjang operasi perusahaan untuk mencapai target yang telah direncanakan dan mengukur kinerja keuangan perusahaan. Untuk itu diharapkan modal kerja dapat membiayai pengeluaran untuk operasi perusahaan sehari-hari, karena dengan tersedianya modal kerja yang cukup memungkinkan bagi perusahaan beroperasi dengan seekonomis mungkin, sehingga perusahaan tidak mengalami ke-sulitan dalam menghadapi ma-salah-masalah yang timbul selama kegiatan operasional perusahaan. Akan tetapi apabila modal kerja berlebihan, ini menunjukkan adanya dana yang tidak produktif yang akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan, karena adanya kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang telah disia-siakan.Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas dan kebutuhan modal kerja, serta untuk mengetahui bagaimana pengaruh efektifitas dan kebutuhan modal kerja terhadap volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih.(Martini dan Sugiharto,2004) sedangkan menurut Bambang(2001)mengatakan bahwa modal kerja merupakan bagian modal perusahaan yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari, misalnya membeli bahan mentah, membayar gaji karyawan, dan lain-lain.

Menurut John (1995), unsur-unsur yang termasuk dalam modal kerja adalah :

a. Kas

Setiap perusahaan dalam menjalankan usahanya selalu membutuhkan kas, karena kas merupakan elemen dari modal kerja yang paling tinggi tingkat likuiditasnya dan dapat dipergu-nakan untuk menguasai atau memiliki barang atau jasa yang diinginkan. Dalam hal ini termasuk pula pengertian simpanan uang yang berada di bank yang setiap saat dapat diambil atau diguna-kan. Jumlah kas di dalam perusahaan sebaiknya jangan terlalu besar karena akan banyak uang yang menganggur sehingga akan memperkecil profitabilitas-nya.

b. Piutang

Kebanyakan perusahaan besar menjual produksinya dengan cara kredit sehingga nantinya akan menimbulkan piutang. Hal ini bertujuan untuk dapat memperta-hankan langganan yang sudah ada dan untuk menarik langganan yang baru. Piutang mempunyai tingkat likuiditas yang lebih tinggi daripada persediaan, karena perputaran dari piutang ke kas membutuhkan satu lang-kah saja. Manajemen piutang merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan yang menjual produknya dengan kredit.

c. Persediaan

Persediaan barang merupakan elemen utama dari modal kerja yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terus-menerus mengalami perubahan dalam kegiatan perusahaan. Perusahaan pabrikasi pada umumnya mempunyai tiga jenis persediaan, yaitu bahan baku, barang dalam proses (barang setengah jadi) dan barang jadi. Penetapan besarnya investasi dalam persediaan akan ber-pengaruh terhadap keuntungan yang akan diperoleh perusahaan.

Modal kerja bersih yang ada di perusahaan merupakan salah satu indikator untuk me-nilai tingkat likuiditas perusahaan dalam kemampuannya untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek-nya.Tujuan dari manajemen kebanyakan lebih mengutama-kan pengelolaan aktiva lancar agar terjamin jumlah yang layak dengan tingkat likuiditas yang tinggi serta efektifitas modal kerja yang optimal bagi perusahaan.Menurut Munawir (1991) dibutuhkan suatu ukuran yang digunakan untuk menilai efektifitas modal kerja, agar perusahaan dapat menghasilkan laba dari setiap modal kerja yang dipertahankan oleh perusahaan.

Daftar Pustaka

Martini,D,& Sugiharto,K, “Modal Kerja”,Majalah Ekonomi dan Komputer No.3 Tahun XII-2004


Rahasia Dagang

Pengertian
Pasal 1 butir 1 undang-undang nomor 30 tahun 2000 tentang rahasia dagang.
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi dan bisnis yang mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaanya oleh pemilik rahasia dagang, sedangkanpengertian rahasia dagang menurut uniform trade secret act (UTSA),rahasia dagang didefinisikan sebagai informasi termasuk suatu rumus, pola2, kompilasi, program yang menghasilkan nilai ekonomi secara mandiri,nyata, potensial.

Ruang Lingkup Rahasia Dagang
Perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi pengolahan penjualan .
Rahasia dagang akan mendapat perlindungan , apabila :
a. Informasi diangap bersifat rahasia hanya diketahui oleh sepihak.
b. Informasi dianggap memilik nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalanakan kegiatan yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi.

Objek Rahasia Dagang
Didalam objek rahasia dagang yang dilindungi meliputi :
Formula
Metode pengolahan bahan-bahan kimia dan makanan
Metode dalam menyelenggarakan usaha
Daftar konsumen
Tingakt kemampuan debitur mengembalikan kredit
Perencanaan
Rencana arsitektur
Tabulasi data
Informasi teknik manufaktur
Rumus-rumus perancangan
Rencana pemasaran
Data pemasaran
Rencana usaha

Objek yang Dilindungi
Objek yang dilindungi, meliputi :
a. semua informasi yang telah menjadi milik umum
b. informasi yang telah dipublikasikan di muka umum

Syarat Pengajuan Perlindungan sebagai HAKI
Syarat pengajuan perlindungan sebagai HAKI, meliputi :
a. prinsip perlindungan otomatis
b. perlindungan diberikan selama kerahasiaan terjaga dan tidak diumumkan.

Hak Pemilik Rahasia Dagang
Pasal 4 undang-undang nomor 30 tahun 2000 tentang rahasia dagang, menyatakan bahwa pemilik dagang memiliki hak untuk :
a. Menggunakan sendiri dagang rahsia dagang hak monopoli untuk mrnggunakan sendri.
b. Memberikan lisensi atau melarang pihak la8in untuk menggunakan rahasia dagang.

Jangka Waktu Perlindungan
Rahasia dagang dilindungi selain tidak terbatas jangka waktunya, ukuranya adalah sampai denganinformasi menjadi milik public ( public domain ) .

Pengalihan Hak Rahasia Dagang
Dalam Pasal 5 Ayat 1 Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang rahasia dagang, hak rahasia dagang dapat beralih atau dialihkan dengan cara
a. Pewarisan.
b. Hibah.
c. Wasiat.
d. Perjanjian tertulis.
e. Sebab – sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang – undangan.
Sementara itu, pengalihan hak rahasia dagang harus disertai dengan dokumen –dokumen yang menunjukan terjadinya pengalihan hak rahasia dagang itu sendiri tetap tidak diungkapkan.
Lisensi.
Berdasarkan Pasal 6 Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, pemegang hak rahasia dagang berhak memeberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 4, kecuali diperjanjian lain.

Penyelesain Sengketa.
Pemegang hak rahasia dagang atau penerimaan lisensi dapat menggugat siapapun yang disengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan melarang isi Pasal 4 Undang –Undang Nomor 30 Tahun 2000, apat diajukan kepada pengadilan negeri, berupa:
a. Gugatan ganti rugi dan
b. Penghentian semua perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 4.
Pebuatan yang dianggap pelanggaran rahasia dagang apabila:
a. Tindakan pengungkapan rahasia dagang atau penggunaan rahasia dagang didasarkan pada kepentingan pertahanan, keamanan, kesehatan, atau keselamatan rakyat.
b. Tindakan rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan dari penggunaan rahasia dgaang milik orang lain yang dilakukan semata – mata untuk kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan.

Hak Kekayaan Intelektual

Pengertian Hak Kekayaan intelektual.
Hak kekayaan adalah kekayaan berupa hak yang mendapatkan perlindungan hukum, dalam arti orang lain dilarang menggunakan hak itu tanpa izin pemiliknya, sedangkan kata intelektual berkenaan dengan kegiatan intelektual berdasarkan daya cipta dan daya pikir dalam bentuk ekspresi, ciptaan, dan penemuan dibidang teknologi dan jasa.
Prinsip – prinsip Hak Kekayaan Intelektual
Prinsip – prinsip yang terdapat dalam hak kekayaan intelektual adalah prinsip ekonomi, prinsip keadilan, prinsip kebudayaan, dan prinsip social.

1. Prinsip ekonomi.
Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2. Prinsip keadilan.
Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.
3. Prinsip kebudayaan.
Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia
4. . Prinsip social.
Prinsip social ( mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara ), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.

Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual
Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelaktual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak cipta ( copyright ) , dan hak kekayaan industry (industrial property right)
Hak kekayaan industry ( industrial property right ) adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan industry ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi
a. Paten
b. Merek
c. Varietas tanaman
d. Rahasia dagang
e. Desain industry
f. Desain tata letak sirkuit terpadu
Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.
Pengaturan hukum terdapat hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat ditemukan dalam :
1. Undang – undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2. Undang – undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3. Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4. Undang – undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman.
5. Undang – undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
6. Undang – undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.
7. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Hak Cipta.
Pengertian Hak Cipta.
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan – pembatasan menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama – sama yang atas inspirasinya melahirkan ciptaannya berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkann ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Oleh karena itu, ciptaan merupakan hasil setiap karya pencipta yang menunjukan keaslianya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra.
Hak cipta terdiri dari atas hak ekonomi ( economic right ) dan hak moral( moral right). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.
Dengan demikian, perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas.

Fungsi dan sifat Hak Cipta.
Berdasarkan Pasal 2 Undang –Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang – undangan yang berlaku.

Lisensi.
Pemagang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdsarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan hukum selama jangka waktu lisensi dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, setiap perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Direktoral Jendral Hak Cipta.

Pengertian Hak Paten.
Dalam pasal 1 butir 1 Undang – undang Nomor 14 Tahun 2001 tetang Paten. Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan.
Lingkup Paten.
Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah nventif serta dapat diterapkan dalam industry.

Sementara itu, paten yang tidak diberikan untuk invensi meliputi sebagai berikut :
1. Proses atau produk, pengumuman, penggunaan atau pelaksanaannya bertentanagan dengan peraturan perundang –undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan.
2. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan pembedahan yang ditetapkan terhadap manusia / hewan.
3. Teori yang metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika, atau
a. Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik,
b. Proses biologi yang esesial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses nonbiologis atau mikrobiologis.

Hak Merek
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakanya.
Jenis-Jenis Merek
Jenis-jenis merek dapat dibagi menjadi merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif.
1. Merek Dagang
Merek dagang merupakan merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya.
2. Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
3. Merek Kolektif
Merek kolektif merupakan merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau hal sejenis lainnya.

Hukum Dagang

Kelompok 6

A. PENGERTIAN HUKUM DAGANG

Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekeerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk memperoleh keuntungan.
Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.

B. SUMBER-SUMBER HUKUM DAGANG

Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :

1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab Undang-undang dagang (KUHD) atau Wetboek Koophandel Indonesia (W.V.K)
b. Kitab Undang-undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgelijk wetboek Indonesia (BW)
2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengna perdagangan.

C. KETENTUAN-KETENTUAN HUTANG DAGANG

1. Hubungan hukum antara produsen satu sama lain, produsen dengan konsumen yang meliputi antara lain : pembelian dan penjualan serta pembuatan perjanjian.
2. Pemberian perantara antara mereka yang terdapat dalam tugas-tugas makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.
3. Hubungan hukum yang terdapat dalam :
a. Bentuk-bentuk asosiasi perdagangan seperti perseroan terbatas (PT=NV), perseroan firma (VOF)
b. Pengakuan di darat, laut dan di udara serta pertanggungan atau asuransi yang berhubungan dengan pengangkutan dan jaminan keamanan dan resiko pada umumnya.
c. Penggunaan surat-surat niaga

D. SEJARAH HUKUM DAGANG

Pembagian hukum privat sipil ke dalam hukum perdata dan hukum dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian yang berdasarkan sejarah hukum dagang. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan yang tercabtum dalam pasal 1 KUHD yang menyatakan bahwa peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal yang disinggung dalam KUHD kecuali dalam penyelesaianya, soal-soal tersebut hanya diatur dalam KUHD itu.

Kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian asasi adalah :
a. Perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang perdagangan tidak ditetapkan dalam KUHD tapi diatur dalam KUHS.
b. Perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting juga bagi soal keperdataan ditetapkan dalam KUHD.


E. HUBUNGAN HUKUM DAGANG DAN HUKUM PERDATA

Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.

F. HUBUNGAN PENGUSAHA DAN PEMBANTUNYA

Didalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1. Membantu didalam perusahaan
2. Membantu diluar perusahaan

Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
a. Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata

G. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PENGUSAHA

Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada 2 macam kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha yaitu ;
1. Membuat pembukuan
2. Mendaftarkan perusahaannya

H. BENTUK-BENTUK BADAN USAHA

Secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.
1. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya tediri dari perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan.
2. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya terdiri dari perusahaan berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum.
Sementara itu, didalam masyarakat dikenal 2 macam perusahaan, yakni :

1. Perusahaan Swasta

Perusahaan swasta terbagi dalam 3 bentuk perusahaan swasta :

A. Perusahaan Swasta Nasional
B. Perusahaan Swasta Asing
C. Perusahaan Patungan / campuran


2. Perusahaan Negara

Perusahaan disebut dengan BUMN, yang terdiri menjadi 3 bentuk ;

A. Perusahaan Jawatan
B. Perusahaan Umum
C. Perusahaan Perseroan

a. Yayasan

Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam UU No 16 tahun 2001, yayasan meerupakan suatu “badan hukum” dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi criteria dan persyaratan tertentu.
1. Yayasan terdiri atas kekayaan yang terpisahkan
2. Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan
3. Yayasan mempunyai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan
4. yayasan tidak mempunyai anggota
b. Pembubaran yayasan
Yayasan dapat dibubarkan seperti juga organ-organ lainnya. Dengan demikian, yayasan itu dapat bubar atau dibubarkan karena :
a. Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir
b. Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai
c. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

Perlindungan Konsumen

Kelompok 9

Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang No.8 thn 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

A. Kepentingan-kepentingan konsumen
Dalam bab IV (pelita keenam), kebijakan pembangunan lima tahun keenam cukup banyak menyuarakan kepentingan yang ada kaitannya dengan konsumen, misalnya berikut ini :
1. Menghasilkan barang yang bermutu , peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan .
2. Peningkatan kualitas dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan .
3. Persyaratan minimum bagi perumahan dan pemukiman yang layak, sehat, aman, dan serasi dengan lingkungan .
4. Perbaikan gizi masyarakat, meningkatkan kualitas hunian dan lingkungan hidup .
5. Terjangkau oleh daya beli masyarakat luas .

B. Hak-hak dan kewajiban konsumen
Konsumen memiliki hak-hak yang harus dilindungi oleh produsen atau pelaku usaha, hak-hak tersebut sebagai berikut :
1. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang .
2. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar kondisi serta jaminan barang atau jasa .
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi serta jaminan barang atau jasa .
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakannya .
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut .
Dipihak lain, konsumen juga dibebankan dengan kewajiban atau tanggung jawab terhadap pihak penjual tau pelaku usaha, dimana kewajiban konsumen meliputi :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa, demi keamanan dan keselamatan konsumen .
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa .
3. Membayar dengan nilai tukar yang telah disepakati bersama .
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut .

C. Hak dan kewajiban pelaku usaha
Daam UU No.8 Tahun 1999 diperinci apa saja yang menjadi hak dan kewajiban pelaku usaha . Pelaku usaha juga memiliki hak-hak yang harus dihargai dan dihormati oleh konsumen, pemerintah serta masyarakat pada umumnya. Hal ini sejalan dengan asas-asas perlindungan konsumen yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengn kesepakatan .
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas tindakan konsumen yang tidah beritika dbaik .
3. Hak untuk pemulihan nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperjualbelikan .
4. Hak untuk melakukan pembelaan diri dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen .
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan lainnya .
Kewajiban pelaku usaha terhadap konsumen berupa pemenuhan kewajiban berikut ini :
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya .
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa .
3. Melayani konsumen secara tidak diskriminasi .
4. Menjamin mutu barang atau jasa yang diperdagangkan sesuai dengan standar mutu barang yang berlaku .
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang tertentu serta memberikan jaminan atau garansi barang yang diperdagangkan .
6. Memberi kompensasi ganti rugi apabila baran dn jasa yang diterim tidak sesuai denga perjanjian.

D. Tahapan transaksi konsumen
Melihat dari butir-butir hak dan kewajiban konsumen maupun pengusaha, terdapat beberapa tahapan transaksi antara produsen dan konsumen yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahap, yaitu :
1. Tahap Pratransaksi Konsumen
2. Tahap Transaksi Konsumen
3. Tahap Purnatransaksi Konsumen
E. Asas-asas perlindungan konsumen
Pengaturan mengenai asas-asas atau prinsip-prinsip yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen dirumuskan dalam pasal 2, yang berbunyi : “perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta partisipasi hukum. Apabila mencermati asas-asas tersebut tanpa melihat memori penjelasan UU No.8 Tahun 1999 dirasakan tidak lengkap. Penjelasasn tersebut menegaskan bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu :
1. Asas manfaat
2. Asas keadilan
3. Asas keseimbangan
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
5. Asas kepastian hukum

F. Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen
Menurut A.Z. Nasution definisi hukum konsumen ialah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen didalam pergaulan hidup. Sedangkan hukum perlindungan konsumen ialah bagian dari hukum konsumen yang mengatur asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Lebih jauh, pengertian perlindungan konsumen dapat kita jumpai dalam pasal 1 butir 1 UU No. 8 Tahun 1999, yang merumuskan perlinungan konsumen ialah segala upaya yang menjamin danya kepastin hukum untuk member perlindungan kepada konsumen. Konsumen itu sendiri ialah setiap orang yang memakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat , baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

G. Perlindungan konsumen di luar UU No.8 tahun 1999
Sesungguhnya UU No. 8 Tahun 1990 bukanlah satu-satunya undang-undang yang melindungi kepentinagn konsumen, walaupun memeang undang-undang itu dibuat untuk melindungi konsumen, namun sesungguhnya pelaku usahapun dapat mengambil manfaat positif karena adanya kepastian hukum, dimana hak dan kewajiban konsumen maupun pelaku usaha terakomodasi dalam undang-undang tersebut secara jelas. Pembuatan undang-undang telah mengeluarkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang memperhatikan kepentingan konsumen.

H. Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa
Sesuai dengan resolusi 2111(LX111) tentang perlindungan konsumen dan hasil sidang ke 63 Ecosoc pada tahun 1977, Resolusi tentang perlindungan konsumen (Res.PBB No. 39/248)
1. Perbuatan-perbuatan yang tidak mematuhi ketentuan perundang-undangan.
2. Praktik perdagangan yang merugikan konsumen.
3. Pertanggungjawaban produsen yang tidak jelas.
4. Persaingan tidak seaht, sehingga pilihan konsumen dipersempit dan dengan harga yang menjadi tidak murah.
5. Tidak tersedianya suku cadang dan pelayanan purnajurnal.
6. Kontrak baku sepihak dan penghilangan hak-hk esensial dari konsumen.
7. Persyaratan kredit yang tidak adil.

I. Hukum perlindungan konsumen di beberapa Negara
Amerika Serikat telah memberikan spirit terhadap perlindungan konsumen. Sebagaiman ditegaskan oleh Presiden J.F Kenendy pada tahun 1962 di depan siding kongres, bahwa konsumen memiliki 4 hak dasar, yaitu :
1. Hak untuk memilih
2. Hak atas informasi
3. Hak atas keselmatan
4. Hak untuk didengar
Ada 3 undang-undang antitrust federal di Amerika, yaitu :
1. Sherman Act
2. The Clayton Act
3. Federal Trade Commision Act

J. Periode untuk memutuskan
Dinegara maju seperti AS , Eropa, Australia, Inggris, serta Belanda teah mengatur perlindungan konsumen terhadap sales penjualan door to door . Pemerintah memnetapkan penagturan bahwa konsumen diberi tenggang waktu untuk berfikir, menimbang-nimbang apakah akan membeli atau tidak terhadap tawaran suatu barang atau jasa .

Anti Monopoli dan Persaingan Usaha

“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
A. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

B. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya

C. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar neger
Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan
– Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
– Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
– Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut
Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru dianggap melanggar undang-undang oleh KPPU. Oleh karena itu, perlu adanya ketentuan lanjutan yang lebih detil mengatur pelaksanaan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut demi menghindarkan salah tafsir dan memberikan kepastian hukum baik bagi pengusaha maupun bagi KPPU. Sebagaimana dapat dibaca di pasal 50 dan 51, aturan tentang sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut masing-masingnya diatur dengan sangat singkat, dalam satu kalimat saja.

D. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
(1) Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang terdiri dari :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
(2) Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
(3) Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi

E. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan
F. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.

Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.

Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya

Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.

2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.

3. Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.

Tujuan memperkarakan suatu sengketa:
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive)

Selain dari pada itu berperkara melalui pengadilan:
1. lama dan sangat formalistik (waste of time and formalistic),
2. biaya tinggi (very expensive),
3. secara umum tidak tanggap (generally unresponsive),
4. kurang memberi kesempatan yang wajar (unfair advantage) bagi yang rakyat biasa.
Sistem Alternatif Yang Dikembangkan
a). Sistem Mediation

Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator). Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator (penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan. Penyelesaian yang hendak diwujudkan dalam mediasi adalah compromise atau kompromi di antara para pihak. Dalam mencari kompromi, mediator memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak cenderung untuk mencari kemenangan. Sebab kalau timbul gejala yang seperti itu, para pihak akan terjebak pada yang dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu pihak ingin mencari kemenangan, akan mendorong masing-masing pihak menempuh jalan sendiri . Akibatnya akan terjadi jalan buntu.
Cara dan sikap yang seperti itu, bertentangan dengan asas mediasi:
1. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang menang mutlak.
Manfaat yang paling mennjol, antara lain:
1. Penyelesaian cepat terwujud (quick). Rata-rata kompromi di antara pihak sudah dapat terwujud dalam satu minggu atau paling lama satu atau dua bulan. Proses pencapaian kompromi, terkadang hanya memerlukan dua atau tiga kali pertemuan di antara pihak yang bersengketa.
2. Biaya Murah (inexpensive). Pada umumnya mediator tidak dibayar. Jika dibayarpun, tidak mahal. Biaya administrasi juga kecil. Tidak perlu didampingi pengacara, meskipun hal itu tidak tertutup kemungkinannya. Itu sebabnya proses mediasi dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
3. Bersifat Rahasia (confidential). Segala sesuatu yang diutarakan para pihak dalam proses pengajuan pendapat yang mereka sampaikan kepada mediator, semuanya bersifat tertutup. Tidak terbuka untuk umum seperti halnya dalam proses pemeriksaan pengadilan (there is no public docket). Juga tidak ada peliputan oleh wartawan (no press coverage).
4. Bersifat Fair dengan Metode Kompromi. Hasil kompromi yang dicapai merupakan penyelesaian yang mereka jalin sendiri, berdasar kepentingan masing-masing tetapi kedua belah pihak sama-sama berpijak di atas landasan prinsip saling memberi keuntungan kepada kedua belah pihak. Mereka tidak terikat mengikuti preseden hukum yang ada. Tidak perlu mengikuti formalitas hukum acara yang dipergunakan pengadilan. Metode penyelesaian bersifat pendekatan mencapai kompromi. Tidak perlu saling menyodorkan pembuktian. Penyelesaian dilakukan secara: (a) informal, (b) fleksibel, (c) memberi kebebasan penuh kepada para pihak mengajukan proposal yang diinginkan.
5. Hubungan kedua belah pihak kooperatif. Dengan mediasi, hubungan para pihak sejak awal sampai masa selanjutnya, dibina diatas dasar hubungan kerjasama (cooperation) dalam menyelesaikan sengketa. Sejak semula para pihak harus melemparkan jauh-jauh sifat dan sikap permusuhan (antagonistic). Lain halnya berperkara di pengadilan. Sejak semula para pihak berada pada dua sisi yang saling berhantam dan bermusuhan. Apabila perkara telah selesai, dendam kesumat terus membara dalam dada mereka.
6. Hasil yang dicapai WIN-WIN. Oleh karena penyelesaian yang diwujudkan berupa kompromi yang disepakati para pihak, kedua belah pihak sama-sama menang. Tidak ada yang kalah (lose) tidak ada yang menang (win), tetapi win-win for the beneficial of all. Lain halnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Pasti ada yang kalah dan menang. Yang menang merasa berada di atas angin, dan yang kalah merasa terbenam diinjak-injak pengadilan dan pihak yang menang.
7. Tidak Emosional. Oleh karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada kerjasama untuk mencapai kompromi, masing-masing pihak tidak perlu saling ngotot mempertahankan fakta dan bukti yang mereka miliki. Tidak saling membela dan mempertahankan kebenaran masing-masing. Dengan demikian proses penyelesaian tidak ditunggangi emosi.


b). Sistem Minitrial

Sistem yang lain hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di Amerika pada tahun 1977. Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama di bidang bisnis, masing-masing pihak mengajak dan sepakat untuk saling mendengar dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:
1. setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation),
2. sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu resolusi (resolution).
c). Sistem Concilition

Konsolidasi (conciliation), dapat diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang berarti:
1. pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau majelis pendamai,
2. setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas saja. Jarang ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka hakim.

Lain halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan Pasific seperti Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem konsiliasi sangat menonjol sebagai alternatif. Mereka cenderung mencari penyelesaian melelui konsiliasi daripada mengajukan ke pengadilan.

Di negara-negara yang dikemukakan di atas, lembaga konsiliasi merupakan rangkaian mata rantai dari sistem penyelesaian sengketa dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. pertama; penyelesaian diajukan dulu pada mediasi
2. kedua; bila mediasi gagal, bisa dicoba mencari penyelesaian melalui minirial
3. ketiga; apabila upaya ini gagal, disepakati untuk mencari penyelesaian melalui kosolidasi,
4. keempat; bila konsiliasi tidak berhasil, baru diajukan ke arbitrase.
Memang, setiap kegagalan pada satu sistem, penyelesaian sengketa dapat langsung diajukan perkaranya ke pengadilan (ordinary court). Misalnya, mediasi gagal. Para pihak langsung mencari penyelesaian melalui proses berperkara di pengadilan. Akan tetapi pada saat sekarang jarang hal itu ditempuh. Mereka lebih suka mencari penyelesaian melalui sistem alternatif, daripada langsung mengajukan ke pengadilan. Jadi di negara-negara yang disebut di atas, benar-benar menempatkan kedudukan dan keberadaan pengadilan sebagai the last resort, bukan lagi sebagai the first resort.

Biasanya lembaga konsiliasi merupakan salah satu bagian kegiatan lembaga arbitrase, arbitrase institusional, bertindak juga sebagai conciliation yang bertindak sebagai conciliator adalah panel yang terdaftar pada Arbitrase Institusional yang bersangkutan:
1. sengketa yang diselesaikan oleh lembaga konsiliasi pada umumnya meliputi sengketa bisnis,
2. hasil penyelesaian yang diambil berbentuk resolution, bukan putusan atau award (verdict),
3. oleh karena itu, hasil penyelesaian yang berbentuk resolusi tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan,
4. dengan demikian, walaupun resolusi memeng itu bersifat binding (mengikat) kepada para pihak, apabila salah satu pihak tidak menaati dengan sukarela tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan. Dalam hal yang seperti itu penyelesaian selanjutnya harus mengajukan gugatan ke pengadilan.
d). Sistem Adjudication

Sistem Adjudication merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang baru berkembang di beberapa negara. Sistem ini sudah mulai populer di Amerika dan Hongkong.


Secara harafiah, pengertian "ajuddication" adalah putusan. Dan memang demikian halnya. Para pihak yang bersengketa sepakat meminta kepada seseorang untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul diantara mereka:
1. orang yang diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator
2. dan dia berperan dan berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge),
3. oleh karena itu, dia diberi hak mengambil putusan (give decision).
Pada prinsipnya, sengketa yang diselesaikan melalui sistem adjudication adalah sengketa yang sangat khusus dan kompleks (complicated). Tidak sembarangan orang dapat menyelesaiakan, karena untuk itu diperlukan keahlian yang khusus oleh seorang spesialis profesional. Sengketa konstruksi misalnya. Tidak semua orang dapat menyelesaikan. Diperlukan seorang insinyur profesional. Di Hongkong misalnya. Sengketa mengenai pembangunan lapangan terbang ditempuh melalui lembaga adjudication oleh seorang adjudicator yang benar-benar ahli mengenai kontruksi lapangan terbang.

Proses penyelesaian sengketa meleui sistem ini, sangat sederhana. Apabila timbul sengketa:
1. para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melaui adjudication,
2. berdasar persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang benar-benar profesional,
3. dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak diberi kewenangan (authority) kepada adjudicator untuk mengabil keputusan (decision) yang mengikat kepada kedua belah pihak (binding to each party),
4. sebelum mengambil keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari kedua belah pihak, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.
e). Sistem Arbitrase

Mengenai arbitrase, sudah lama dikenal. Semula dikenal oleh Inggris dan Amerika pada tahun 1779 melaui Jay Treaty. Berdasar data ini, perkembangan arbitrase sebagai salah satu sistem alternatif tempat penyelesaian sengketa, sudah berjalan selam adua abad.Sekarang semua negara di dunia telah memiliki Undang-undang arbitrase.

Di Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam Buku Ketiga RV. Dengan demikian, umurnya sudah terlampau tua, karena RV dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh karena itu, aturan yang terdapat didalamnya sudah ketinggalan, jika dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang lain tadi, seperti:
1. sederhana dan cepat (informal dan quick),
2. prinsip konfidensial,
3. diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara profesional.
Namun, demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap fundamental, sehingga dunia bisnis lebih cenderung memiliki mediation, minitrial atau adjusdication. Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive). Biaya yang harus dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari: (a) Biaya administrasi (b) Honor arbitrator. (c) Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator (d) Biaya saksi dan ahli. Komponen biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
2. Masalah sederhana dan cepat. Memang benar salah satu prinsip pokok penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah informal procedure and can be put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang memakan waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi timbul perbedaan pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati atau hukum yang hendak diterapkan (governing law), membuat proses penyelesaian bertambah rumit dan panjang.
Kelebihan tersebut antara lain:
1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan administratif;
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat langsung (negtation simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi dan konsiliasi),
2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional maupun internasional.
3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat ad-hoc yang terlembaga.
Arbitrase secara umum dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa publik maupun perdata, namun dalam perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk menyelesaikan sengketa kontraktual (perdata). Sengketa perdata dapat digolongkan menjadi:
1. Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact) yang dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang tinggi.
2. Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak.
3. Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum (question of fact and law).

Wajib Daftar Perusahaan

Makalah Kelompok 7

Wajib daftar perusahaan secara sepintas tampaknya adalah hanya masalah teknis administratif. Namun demikian pendaftaran atau daftar perusahaan merupakan hal yang sangat penting.
Pada dasarnya ada 3 pihak yang memperoleh manfaat dari daftar perusahaan tersebut, yaitu:
1) Pemerintah
2) Dunia Usaha
3) Pihak lain yang berkepentingan

Daftar Perusahaan
Dalam ketentuan Umum Undang – Undang No.3 tahun 1982 disebutkan bahwa :
Daftar Perusahaan adalah Daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang – undang Wajib Daftar Perusahaan atau UU – WDP dan atau peraturan – peratuaran pelaksanannya , dan atau memuat hal – hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang di Kantor Pendaftaran Perusahaan.

A. Tujuan
Bertuujan mencatat bahan – bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber Informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas perusahaan yang tercantum di dalam Daftar Perusahaan dalam Rangka menjamin kepastian berusaha.

B. Sifat
Bersifat terbuka untuk semua pihak,setiap pihak yang berkepentingan setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu dikantor pendaftaran Perusahaan.

C.Kewajiban
Setiap Perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan. Pendaftaran Wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.

D.Pengecualian
Namun ada yang dikecualikan dari Wajib Daftar itu adalah:
1. setiap perusahaan negara yang berbentuk perusahaan jawatan (PERJAN) seperti diatur dalam UU No.9 tahun 1969 lembaran negara 1969 No.40 joIndonesische Bedrijvenwet ( Staatsblad tahun 1927 No.419) sebagaimana setelah diubah dan ditambah.
2. Setiap Perusahaan kecil perorangan yang dijalankan oleh pribadi pengusahanya sendiri atau hanya memperkerjakan anggota keluarga sendiri yang terdekat serta tidak memerlukan ijin usaha dan tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.

Dasar Penyelenggaraan
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.12/MPP.Kep/1/1998 tentang penyelenggaraan WDP ditetapkan pada tanggal 16 Januari 1998 , yang merupakan pelaksanaan UU No.3 tahun 1982 tentang wajib Daftar perusahaan.
Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan penigkatkan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan , pemberian informasi, promosi, kegunaan pendataran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan , serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP.

Perusahaan – Perusahaan yang tidak wajib mendaftar
Dalam keputusan Memperindag ini lebih lanjut diatur mengenai perusahaan yang dikecualikan dari WDP yaitu:
a. Perusahaan Kecil Perorangan
b. Perusahaan yang diurus, dijalankan,atau dikelola oleh pribadi milik sendiri, atau hanya dengan memperkerjakan anggota keluarga sendiri.
c.Perusahaan yang tidak diwajibkan memiliki ijin usaha atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
d.Perusahaan yang tidak merupakan suatu badan hukum atau persekutuan.

Selanjutnya diatur bahwa usaha atau kegiatan yang bergerak diluar bidang ekonomi atau sifat dan tujuannya tidak semata – mata mencari keuntungan dan atau laba, tidak dikenakan WDP ,yaitu:

a. Pendidikan formal( Jalur Sekolah) dalam segala jenis dan jenjang yang diselenggarakan oleh siapapun
b. Pendidikan Non Formal(Jalur Luar Sekolah)
c. Jasa Notaris
d.Jasa Pengacara
e. Praktek Perorangan Dokter dan Praktek berkelompok dokter.
Perusahaan – Perusahaan tersebut berbentuk:
a. Badan hukum, termasuk didalamnya koperasi
b. Persekutuan
c. Perorangan
d.Perusahaan lainnya
atau menurut keputusan Menperindag disebutkan meliputi bentuk usaha:
A. Perseroan terbatas (PT), Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), Firma(Fa), Perorangan.
B. Perusahaan lainnya yang melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh laba.

Wewenang dan Tanggung Jawab

Menteri berwenang menetapkan tempat kedudukan , susunan kantor pendaftaran perusahaan(KPP), ketentuan dan tata cara penyelenggaran Wajib Daftar Perusahaan (WDP). Dengan tempat kedudukan dan susunan KPP adalah sbb:

Direktorat Pendaftaran Perusahaan pada Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri bertindak selaku KPP yang berfungsi sebagai penyelenggara WDP tingkat Pusat.

8. Tata Cara Penggunaan Pendaftaran Perusahaan
Pendaftaran Perusahaan dilakukan oleh Pemilik atau Pengurus/Penanggung Jawab atau Kuasa Perusahaan yang sah pada KPP Tingkat II ditempat kedudukan perusahaan. Tetapi kuasa tersebut tidak termasuk kuasa untuk menandatangani Formulir Pendaftaran Perusahaan.
Pendaftaran Perusahaan dilakukan dengan cara mengisi Formulir Pendaftaran Perusahaan yang diperoleh secara Cuma-Cuma dan diajukan langsung kepada Kepala KPP Tingkat II setempat dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut :
a. Perusahaan Berbentuk PT :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan serta Data Akta Pendirian Perseroan yang telah diketahui oleh Departemen Kehakiman.
2. Asli dan copy Keputusan Perubahan Pendirian Perseroan (apabila ada).
3. Asli dan copy Keputusan Pengesahan sebagai Badan Hukum.
4. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor Direktur Utama atau penanggung jawab.
5. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

b. Perusahaan Berbentuk Koperasi :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Koperasi
2. Copy Kartu Tanda Penduduk Pengurus
3. Copy surat pengesahan sebagai badan hokum dari Pejabat yang berwenang.
4. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

c. Perusahaan Berbentuk CV :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada)
2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pengurus.
3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

Biaya

Perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya wajib membayar biaya administrasi WDP sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan dilunasi sebelum TDP diterbitkan. TDP tersebut wajib dipasang oleh perusahaan, ditempat yang mudah dibaca dan dilihat oleh umum dan nomor TDP wajib dicantumkan pada papan nama dan dokumen-dokumen perusahaan yang dipergunakan dalam kegiatan usahanya.
10. Perubahan dan Penggantian TDP
Setiap perusahaan yang melakukan perubahan atas hal-hal yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan, wajib melaporkan kepada Kepala KPP Tingkat II setempat. Perubahan tersebut dilakukan dengan cara mengisi Formulir Perubahan yang diperoleh secara cuma-Cuma.

Perubahan dan Penggantian TDP

Kewajiban laporan perubahan tersebut dilakukuan selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan.
Dari perubahan tersebut ada yang dapat mengakibatkan pergantian TDP seperti:
a. pengalihan pemilikan atau kepengurusan perudahaan.
b. Perubahan nama perusahan.
c. Perubahan bentuk dan atau status perusahaan.
d. Perubahan alamat perusahaan di luar wilayah kerja KPP Tingkat II.
e. Perubahan Kegiatan Usaha Pokok.

TDP Hilang dan Rusak

kewajiban untauk mengajukan permohonan dibedakan antara TDP yang hilang dan TDP yang hilang dan TDP yang rusak,yaitu untuk penggantiaan TDP yang hilang,perusahaan yang bersangkutan secara tertulis mengajukan kepada Kepala KPP Tingkat II dengan melampirkan Surat Keterangan Hilang dari kepolisian selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari terhitung mulai tanggal kehilangan.

Pembatalan

Daftar perusahaan dan TDP dinyatakan batal apabila perusahaan yang bersangkutan terbukti mendaftarka data perusahaan secara tidak benar dan atau tidak sesuai dengan ijin usaha atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu, dengan menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan. Perusahaan yang bersangkutan melakukan pendaftaran ulang sesuai dengan tta cara pelaksanaan pendaftaran Perusahaan sebagaimana telah di jelaskan di muka, dengan menyerahkan TDP asli yang telah di batalkan.

Penghapusan/Pembubaran

Perusahaan dihapus dari Daftar perusahaan apabila terjadi di bawah ini:
a. Perubahan bentuk perusahaan;atau
b. Pembubaran perusahaan;atau
c. Perusahaan menghentikan segala kegiatan usahanya;atau
d. Perusahaan berhenti akibat Akta Pendirian kadaluwarsa atau berakhir;atau
e. Perusahaan menghentikan kegiatan/bubar berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuetan hukum yang tetap.

B. Dokumen Perusahaan


1. Kewajiban Berdasarkan KUHD (WvK)
Masalah yang cukup penting berkaitan dengan kegiatan bisnis adalah mengenai dokumen perusahaan. Suatu keputusan manajemen yang hendak diambil tidak jarang memanfaatkan informasi yang di peroleh dari suatu dokumen. Dokumen perusahaan bisa dijadikan sumber atu semacam “ bank data “.
Dasar hokum yang dijadikan aacuan dalam menyelenggarakan catatan atau dokumen perusahaan adalah apa yang termuat dalam Pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Yang Bedasarkan Atas Staatablad 1938 nomor 276 yang berlaku mulai 17 juli 1938. Ketentuan umum buku kesatuan Bab II Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) Pasal 6 berbunyi sebagai berikut :
1) Setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan untuk maenyelenggarakan catatan-catatan menurut syarat-syarat perusahaannya tentang keadaan hartanya dan apa saja yang berhubungan dengan perusahaannya, sehingga catatan itu sewaktu-waktu dapat diketahui semua hak dan kewajibannya.
2) Ia diwajibkan dalam enam bulan pertama dari tiap-tiap tahun untuk membuat neraca yang diatur menurut syarat-syarat perusahaannya dan menandatanganinya sendiri.
3) Ia diwajibkan menyimpan selama tiga puluh tahun buku-buku dan surat-surat dimana ia menyelenggarakan catatan-catatan dimaksud dalam alinea pertama berserta neracanya, dan selama sepuluh tahun.
Pengaruh teknologi
Dengan adanya kemajuan teknologi yang semakin canggih sudah saatnya untuk memikirkan atau mencari jalan keluarnya guna mengatasi masalah-masalah tersebut. Pemakaian cara seperti ini dapat dipastikan semakin banyak digunakan dalam kegiatan ekonomi dan perdagangan, karena lebih akurat serta ekonomis. Oleh karena itu undang-undang yang dikeluarkan pemerintah yaitu undang-undang nomor 8 Tahun 1997tentang dokumen perusahaan, dimaksudkan untuk memberikan wewenang kepada perusahan untuk melaksanakan penyimpanan ,pemindahan ,pemusnahan dan penyerahan dokumen perusahaan berdasarkan jadwal risensi.
2. Pengertian Dokumen Perusahaan
Dokumen perusahaan adalah data, catatan dan keterangan yang dibuat atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiataannya, baik tertulis diatas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca, didengar.
Dokumen perusahaan terdiri dari :
1) Dokumen Keuangan, yang terdiri dari catatan, bukti pembukuan dan data pendukung administrasi lainnya. Yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan
2) Dokumen Lainnya, yang terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan meskipun tidak terkait langsung dengan Dokumen keuangan.

Catatan terdiri dari :
1) Neraca tahunan : salah satu bentuk catatan yang menggambarkan pasisi kekayan, utang, dan modal pada aakhir tahun.
2) Pehitungan Laba Rugi tahunan
3) Rekening : salah satu bentuk catatan yang dibuat perusahaan untuk menampung transaksi yang sejenis untuk menyusun laporan keuangan.
4) Jurnal Transaksi Harian : setaip tulisan yang berisi tentang keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal-hal lain yang berurusan dengan kegiatan usaha suatu perusahaan.
Bukti Pembukuan :
 Warkat : dokumen tertulis yang bentuk dan kegunaannya ditetapkan menurut aturan tertentu dan merupakan bukti transaksi . misalnya : cek, giro,wesel, nota debet dan nota kredit.
 Perubahan Kekayaan, Utang, Modal : bertambah atau berkurangnya jumlah dan susunan kekayaan ,utang dan modal.
Data Pendukung Administrasi Keuangan : merupakan data aministratif yang berkaitan dengan keuangan untuk digunakan sebagai pendukung penyusunan dan pembuatan dokumen keuangan.

3. Pembuatan Catatan
Setiap perusahaan wajib membuat catatan sebagaimana dimaksudkan atas, sesuai dengan kebutuhan perusahaan pemakaian kata “wajib” disini dimaksud adanya penekanan adanya kewajiban perusahaan membuat catatan agar setiap harta yang perusahaan miliki dapat diketahui dan dilindungi untuk pihak yang berkepentinga. Kewajiban itu bersifat perdata sehingga resiko timbul karena tudak dilaksanakannya kewajiban tersebut.
Catatan yang berbentuk neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan, atau Tulsan lainnya yang mengambarkan neraca dan laba rugi, wajib ditandatangani oleh pemimpin perusahaan atau pejabat yang ditunjuk di lingkungan perusahaan tersebut. Pemimpin perusahaan adalah seseorang yang berdasarkan anggaran dasar pemimpin perusahaan yang bersangkutan mewakili perusahaan bai dalam maupun luar pengadilan. Sedangkan Pejabat yang di tunjuk adalah seseorang yang di berikan kewenangan untuk memimpin perusahaan.

Pengertian “Perusahaan “ menurut UU nomor 8 Tahun 1997 pasal 1 ayat 1 adalah :
“ setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dan tujuannya adalah mmemperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselengarakan oleh perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hokum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia”

4. Penyimpanan Dkumen Perusahaan
Adalah catatan pembukuan yang wajib disimpan selama 10 tahun terhitung sejak tahun pembukuan perusaan bersangkutan. Pengunaan kata “wajib” menekan kan bahwa perusahaan wajib menyimpan pencatatan semua teransaksi perusahan diatas 10 tahun tehitung tahun pembukuan perusahaan.

5. Pengalihan Bentuk Dokumen Perusahaan
Dokumen perusahaan dapat dialihkan kedalam microfilm atau media lainnya, yang dapat dilakukan sejak dokumen tersebut buat atau diterima oleh perusahaan yang bersangkutan. Mikrofilm adalah Film yang memuat rekaman bahasa tertulis, tercetak , tergambar dalam ukuran kecil. Sedangkan “media lainya “ adalah alat untuk menyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan dokumen yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihan.

6. Legalisasi Dokumen
Setiap pengalihan dokumen perusahaan tersebut wajib ddi legalisasi. Kata “wajib” disini dimaksudkan untuk memberikan penekanan bahwa setian pengaliahan dokumen perusahaan harus di legalisasikan .
Berita acara tersebut memuat sbb:
a. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan legalisasi
b. Keterangan bahwa pengalihan dokumen perusahaan yang dibuat diatas kertas kedalam microfilm atau media lainnya sebafai bukti.
c. Tanda tangan dan nama jelas pejabat yang bersangkutan.
Itu adalah syarat-syarat untuk legalisasi dokumen perusahaan.

7. Pemindahan dokumen
Pemindahan dokumen peusahaan dari unit pengelolahan ke unit kearsipan dilingkungan perusahaan tersebut dilakukan berdasarkan keputusan pimpinan perusahaan yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
Pembuatan brita acara :
a. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan pemindahan.
b. Keterangan tentang pelaksanaan pemindahan
c. Tanda tangan dan nama jelas pejabat yang memindahkan dan pejabat yang menerima pemindahan.

8. penyerahan dokumen
Dokumen perusaha tertentu yang mempunyai nilai guna bagi kepentingan nasional wajib diserahkan kepada arsip nasional republik Indonesia berdasarkan keputusan pimpinan perusahaan.
Berita acara penyerahaan :
a. keteranga hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan penyerahan.
b. Keterangan tentang pelaksanaan penyerahan.
c. Tanda tangan dan nama jelas pejabat yang menyerahkan dan pehjabat yang menerima.

9. Pemusnahan dokumen
Pemusnahan catatan, bukti pembukuan, dan data pendukung administrasi keuangan yang wajib disimpan selama 10 tahun sebagaimana dijelaskan berdasarkan keputusan pimpinan perusahaan. Pemusnahan dapat dilakukan sebelum habis jangka waktu 10 tahun dan dokumen yang dimusnakan adala dokumen yang tidak mempunyai nilai guna lagi bagi perusahaan.
a. keteranga hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan pemusnahan.
b. Keterangan tentang pelaksanaan pemusnahan.
c. Tanda tangan dan nama jelas pejabat yang memusnakan dokumen.

10. Ketentuan peralihan
Pada saat UU Nomor 8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahan ini mulai berlaku, maka buku, surat, catatan dan neraca yang telah disimpan selama 10 tahun atau lebih yang berdasarkan KUHD Pasal 6 wajib disimpan selama 30 tahun, dan pemusnahannya berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1997 tersebut.

11. Pemberlakuan dan Pencabutan
Ketentuan undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 ini berlaku juga terhadap :
a. Kantor perwakilan , kantor cabang, agen perusahaan Indonesia atau yang disamakan dengan itu.
b. Kantor perwakilan , kantor cabang, agen perusahaan asing atau yang disamakan dengan itu.
c. Badan atau lembaga yang tidak termasuk dalam pengertian “perusahaan” sebagaimana yang dimaksud pasal 1 yang dalamkegiatan atau tugasnya memiliki dan menghasilkan dokumen sebagaimana layaknya perusahaan.
d. Lembaga dalam hal ini meliputi baik lembaga /instansi pemerintah .
e. Apabila suatu lembaga /instansi pemerintah selain tugas pokoknya dalam menjalankan fungsinya pemerinah melakukan pula kegiatan usaha.

TANDA DAFTAR USAHA PERDAGANGAN DAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN

1. Ketentuan dan Tata Cara Pemberian TDUP dan SIUP
Menteri Perindustrian dan Perdagangan kembali mengeluarkan ketentuan dan tata cara pemberian Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP) dan Surat Izin Usaha Perdaganagan (SIUP) berupa keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 408/MPP/10/1997 Tanggal 3-10-1997. Ketentuan tersebut mengatur sebagaimana diuraikan di bawah ini, bahwa setiap perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan wajib memperoleh perizinan di bidang perdagangan yang meliputi :
a. Tanda Daftar Usaha Perdagangan atau TDUP, dan
b. Surat Izin Usaha Perdagangan atau SIUP.

2. Perbedaan antara TDUP dan SIUP
Penjelasan perbedaan sebagai berikut :
a. Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha Perdaganagan dengan nilai investasi Perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperoleh TDUP yang diberlakukan sebagai SIUP.
b. Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha Perdagangan dengan nilai investasi Perusahaan di atas Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperolah SIUP.
c. Perusahaan yang telah memperoleh TDUP apabila dalam perkembangannya nilai investasi Perusahaan seluruhnya tidak termasuk tanah dan bangunan melampaui Rp 200.000.000 atau memiliki penjualan tahunan telah melampaui Rp 1.000.000.000 maka Perusahaan yang bersangkutan dapat mengganti TDUP-nya menjadi SIUP apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan.

3. Perusahaan yang Dibebaskan
Setiap Perusahaan yang melakukan kegitan usaha perdagangan diwajibkan memperolah perizinan di bidang perdagangan. Namun di samping itu ada Perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban tersebut.
Perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban memperoleh TDUP dan SIUP adalah:
a. Cabang perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan Usaha Perdagangan mempergunakan TDUP atau SIUP Perusahaan Pusat.
b. Perusahaan yang telah mendapatkan Izin Usaha yang setara dari Departemen Teknis berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Perusahaan produksi yang didirikan dalam rangka Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
d. BUMN dan BUMD
e. Perusahaan kecil perorangan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak berbentuk Badan Hukum atau Persekutuan.
2. Diurus, dijalankan atau dikelola sendiri oleh pemiliknya atau dengan mempekerjakan anggota keluarganya yang terdekat.
f. Pedagang keliling, pedagang pinggir jalan atau pedagang kaki lima.
TDUP atau SIUP diterbitkan berdasarkan tempat kedudukan (domisili) perusahaan dan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.



4. Hubungan TDUP & SIUP dengan WDP
Bagaimana hubungan atau apabeda antara tanda daftar ini dengan kewajiban untuk
Mendaftarkan perusahaan dalam Daftar Perusahaan yang diwajibkan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 3 Tahun 1982?
Sehubungan dengan hal tersebut disebutkan bahwa: Setiap perusahaan yang telah memperoleh TDUP atau SIUP dalam jangka waktu 3 bulan wajib mendaftarkan perusahaannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 3 Tahun 1982.

5. Perubahan Perusahaan
Yang dimaksud dengan Perubahan Perusahaan adalah meliputi Perubahan: Nama Perusahaan, Alamat Kantor Perusahaan, Nama Pemilik/ Penanggung Jawab, NPWP, Nilai Investasi, Bidang Usaha, Jenis Kegiatan Usaha, Jenis Barang Jasa Dagang Utama.
Apabila Perusahaan melakukan perubahan, maka diwajibkan melakukan permintaan perubahan TDUP atau SIUP.
Perubahan sepanjang yang menyangkut investasi ditetapkan sebagai berikut:
a) Nilai investasi seluruhnya setelah perubahan turun menjadi atau kurang dari Rp 200.000.000 tidak diwajibkan melakukan perubahan SIUP.
b) Nilai investasi seluruhnya setelah perubahan menjadi diatas Rp 200.000.000 dapat mengajukan perubahan TDUP menjadi SIUP.
c) Nilai investasi seluruhnya yang semula sudah diatas Rp 200.000.000 sehingga investasinya menjadi lebih besar dari semula, tidak diwajibkan mengajukan perubahan SIUP.
d) Nilai investasi seluruhnya yang semula diatas Rp 200.000.000 setelah perubahan turun menjadi sampai dengan Rp 200.000.000 dapay menyesuaikan SIUPnya menjadi TDUP.
Perubahan-perubahan yang tidak termasuk perubahan seperti disebutkan diatas wajib dilaporkan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang menerbitkan TDUP atau SIUP.

6. Wajib Lapor
a) Perusahaan yang dengan nilai investasi sampai dengan Rp 200.000.000 yang telah memperoleh TDUP menyampaikan laporan kepada Ka KANDEP yang besangkutan.
b) Perusahaan yang dengan nilai investasi diatas Rp 200.000.000 yang telah memperoleh SIUP wajib menyampaikan laporan kepada Ka KANWIL yang bersangkutan.
Setiap perusahaan yang tidak lagi melakukan kegiatan Usaha Perdagangan atau menutup Perusahaan, wajib lapor kepada Ka KANDEP atau Ka KANWIL setempat disertai pengembalian TDUP atau SIUP asli.

7. Uang Jaminan dan Biaya Administrasi
Berdasarkan ketentuan dalm Keputusan Menperindag No. 227/MPP/Kep/7/1997 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 04/Kp/i/1980, maka uang jaminan dan Biaya Administarsi dalam pengurusan TDUP atau SIUP sebesar nol Rupiah.


INFORMASI KEUANGAN TAHUNAN PERUSAHAAN
1. Latar Belakang dan Pertimbangan
Latar belakangnya adalah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1998 Tanggal 14 Februari 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan adalah sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (WDP).

2. Yang Diwajibkan Menyampaikan Laporan
Semua perusahaan yaitu setiap bentuk usaha yang melekukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

3. Kriteria dan Persyaratan
Perusahaan yang terkena kewajiban untuk menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan adalah perusahaan yang memenuhi kriteria dibawah ini yaitu:
a) Merupakan bentuk usaha
b) Melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus
c) Dengan tujuan untuk mencari untung/ laba
d) Diselenggarakan oleh perseorangan atau badan
e) Didirikan dan berkedudukan di wilayah RI
Perusahaan yang menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan, wajib mempunyai Tanda Daftar Perusahaan atau TDP dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP.
Laporan Keuangan Tahunan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik berlaku bagi perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas yang:
a) Merupakan perseroan terbuka
b) Bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat
c) Mengeluarkan surat pengakuan utang
d) Memiliki jumlah aktiva paling sedikit Rp 50.000.000.000

4. Isi Laporan
Merupakan dokumen umum yang dapat diketahui oleh masyarakat, yang meliputi:
a) Neraca perusahaan
b) Laporan laba/ rugi perusahaan
c) Laporan arus kas
d) Utang-piutang termasuk kredit bank
e) Daftar penyertaan modal
5. Maksud Penyampaian Laporan
Dimaksudkan untuk penyediaan informasi keuangan yang bersumber dari Neraca Perusahaan, Laporan Rugi/ Laba perusahaan, Laporan Arus Kas, Utang Piutang termasuk Kredit Bank, dan Daftar Penyertaan Modal besrta catatan-catatannya.

6. Pemberlakuan Peraturan dan Pengecualian
Pada dasarnya semua perusahaan wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan. Namun dengan pertimbangan kondisi kesiapan manajemen dan administrasi keuangan, maka untuk tahap awal hanya diwajibkan kepada :
a) Perusahaan berbadan hukumPerseroan Terbatas Terbuka ( Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas ).
b) Perseroan yang bidang usahanya berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat ( Pasal 59 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas ).
c) Perseroan yang mengeluarkan surat pengakuan utang.
d) Perusahaan yang memiliki jumlah aktiva paling sedikit Rp 50.000.000.000,-

7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 525/MPP/Kep/XI/1998 tanggal 13 November 1998 (Kep Menperindag)
1. Kewajiban Mendaftarkan
LKTP (Laporan Keuangan Tahunan Perseroan) wajib didaftarkan sebagaimana disebutkan pada nomor 4 di muka.
LKTP yang dimaksud termasuk catatan atas laporan keuangan, dan profil perseroan yang bentuknya ditetapkan berdasarkan keputusan Menperindag.
Bentuk dan susunan LKTP dibuat dan disesuaikan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku umum.


Sedangkan yang diwajibkan untuk mendaftarkan dalam keputusan ini adalah :
a. Setiap perseroan yang berstatus kantor pusat, berkedudukan dan menjalankan kegiatan usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia, diwajibkan untuk mendaftarkan LKTP pada KPP tingkat pusat
b. Perseroan yang dimaksud tersebut pada saat berlakunya keputusan ini, hanya berlaku bagi perseroan yang :
c. Merupakan perseroan terbuka ( PT Tbk )
d. Bidang usaha perseroannya berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat
e. Mengeluarkan surat pengakuan utang
f. Memiliki jumlah aktiva paling sedikit Rp 50.000.000.000

2. Waktu Pendaftaran
Perseroan wajib mendaftarkan LKTP :
a. Selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun buku berakhir
b. Dimulai pada tahun buku 1998
Kewenangan, Tanggung Jawab, dan Pelaporan dalam Penyelenggaraan Pendaftaran LKTP, berpedoman kepada Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1998.

3. Kewenangan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Menteri berwenang menetapkan ketentuandan tata cara penyelenggaraan dan pelaksanaan pendaftaran LKTP serta pengelolaan informasi keuangan tahunan perusahaan.
Direktorat Pendaftaraan Perusahaan bertindak selaku KPP tingkat pusat yang berfungsi sebagai penyelenggara dan pelaksana pendaftaran LKTP. Maka, Direktur Pendaftaran Perusahaan selaku Kepala KPP tingkat pusat bertanggung jawab kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan melalui Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan.

Dan tugas KPP tingkat Pusat adalah :
a. Mempersiapkan bahan perumusan kebijaksanaan, rencana dan program penyelenggaraan dan pelaksanaan Pendaftaran LKTP serta pengelolaan informasi keuangan tahunan perusahaan.
b. Mempersiapkan bahan, mengkoordinasi dan membina penyelenggaraan.
c. Mengamati dan mengendalikan penyelenggaraan dan pelaksanaan pendaftaran LKTP.
d. Menerima, mencatat dan mengesahkan LKTP.
e. Menghimpun dan menyajikan informasi keuangan.

4. Tata Cara Penyelenggaraan Pendaftaran LKTP
Pendaftaran dilakukan dengan cara menyampaikan :
a. LKTP dalam rangkap 3 dan
b. Disket atau sambungan langsung (online) melalui computer wajib didaftarkan.
c. LKTP dalam rangkap 3 untuuk disahkan sebagai bukti pengesahan pendaftaran LKTP.
d. Pengesahan LKTP dilakukan oleh Kepala KPP tingkat Pusat selambat-lambatnya 10 hari kerja sejak tanggal diterima pendaftaran.

5. Pelayanan Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan
setelah didaftarkan LKTP, maka LKTP merupakan sumber informasi resmi yang sifatnya terbuka. Jenis informasi resminya adalah :
a. Salinan resmi LKTP yang merupakan copy seluruh data yang ada di dalamnya.
b. Petikan resmi LKTPyang merupakan sebagian data di dalamnya.
c. Petikan neraca perusahaan.
d. Petikan laba/rugi perusahaan.
e. Petikan laporan arus kas.
6. Sanksi
Perseroan yang tidak memenuhi kewajiban dan batas waktu untuk pendaftaran dikenakan sanksi pidana ( Pasal 34 UU-WDP ).
Begitu juga dengan Akuntan Publik, BUMN, dan BUMD dapat dikenakan sanksi berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.